Info Pendidikan Lengkap
InfoIndeks

Hadist tentang Makanan

Hadist tentang Makanan
Hadist tentang Makanan

Islam memberikan perhatian besar terhadap makanan yang dikonsumsi oleh umatnya. Hal ini tercermin dalam berbagai hadis Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan tentang makanan halal, haram, dan syubhat (meragukan). Berikut beberapa pembahasan penting mengenai hal ini berdasarkan hadis-hadis sahih.

A. Menjauhi Makanan yang Syubhat

Hadis:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَأَهْوَى النُّعْمَانُ بِإِصْبَعَيْهِ إِلَى أُذُنَيْهِ إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

Diriwayatkan dari An-Nu’man bin Basyir RA, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda sambil menunjuk ke telinganya dengan dua jari:

“Sesungguhnya yang halal itu telah jelas, dan yang haram pun telah jelas. Di antara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat (samar), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barang siapa menjaga diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka ia telah terjatuh ke dalam perkara haram. Ibarat seorang penggembala yang menggembala di sekitar batas wilayah larangan, dikhawatirkan ia akan menggembala di dalamnya. Ketahuilah, setiap raja memiliki batas larangan, dan batas larangan Allah adalah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, dalam tubuh terdapat segumpal daging; jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh, namun jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.”
(HR. Muslim)

Penjelasan:

Hadis ini menjadi dasar penting dalam hukum Islam dan termasuk dalam hadis-hadis yang menjadi pijakan kaidah fiqih. Dalam hadis ini, Rasulullah menjelaskan bahwa perkara halal dan haram telah dijelaskan dengan gamblang dalam syariat, sementara perkara syubhat adalah perkara yang meragukan dan tidak diketahui dengan pasti hukumnya oleh kebanyakan orang.

Baca juga  Pelajaran 6 Mari Belajar Q.S al-Ma'un (Pertemuan Pertama)

Syubhat dapat diartikan sebagai sesuatu yang status hukumnya masih diperselisihkan berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, sikap yang bijak adalah meninggalkan perkara syubhat sebagai bentuk kehati-hatian dan bagian dari sikap wara’ (menjaga diri dari yang tidak jelas).

Pandangan Ulama:

Al-Khattabi membagi sikap terhadap perkara syubhat menjadi tiga tingkatan:

  1. Wajib ditinggalkan, bila bisa membawa kepada yang haram secara pasti.

  2. Mustahab (disukai) untuk ditinggalkan, seperti bermuamalah dengan orang yang hartanya mayoritas dari yang haram.

  3. Makruh ditinggalkan, seperti meninggalkan rukhshah (keringanan) yang dibolehkan syariat karena kehati-hatian berlebihan.

Beberapa riwayat menyebut istilah syubhat dengan redaksi musytabihat, musyabbihat, atau musybihat, yang semuanya merujuk pada perkara yang tidak diketahui secara jelas halal atau haramnya.

B. Memakan Hewan yang Tidak Diketahui Tata Cara Penyembelihannya

Hadis:

حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ الْمِقْدَامِ الْعِجْلِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الطُّفَاوِيُّ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لَا نَدْرِي أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لَا فَقَالَ رَسُول االلهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ

Diriwayatkan dari Aisyah RA, ia berkata:

“Wahai Rasulullah, ada sekelompok orang yang membawa daging kepada kami, namun kami tidak tahu apakah mereka menyebut nama Allah ketika menyembelihnya atau tidak?” Maka Rasulullah SAW menjawab, “Sebutlah nama Allah, lalu makanlah.”
(HR. Bukhari)

Penjelasan:

Hadis ini menunjukkan bahwa makanan yang tidak diketahui dengan pasti apakah proses penyembelihannya dilakukan dengan menyebut nama Allah atau tidak, tetap boleh dikonsumsi dengan syarat membaca basmalah saat hendak memakannya.

Namun demikian, apabila timbul keraguan yang besar atau kuat bahwa daging tersebut berasal dari penyembelihan yang tidak sesuai syariat, maka sebaiknya ditinggalkan. Ini sesuai dengan prinsip kehati-hatian dalam menghindari makanan syubhat.

Baca juga  Hadas dan Najis: Pengertian, Macam, dan Cara Mensucikannya

C. Memakan Hewan Buas yang Bertaring

Hadis:

و حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَيْلِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنَا عَمْرٌو يَعْنِي ابْنَ الْحَارِثِ أَنَّ ابْنَ شِهَابٍ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيِّ عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ

Diriwayatkan dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Rasulullah SAW melarang memakan setiap binatang buas yang memiliki taring.”
(HR. Muslim)

Penjelasan:

Larangan ini menunjukkan bahwa hewan buas bertaring seperti singa, harimau, serigala, dan sejenisnya hukumnya haram untuk dikonsumsi. Hewan bertaring didefinisikan sebagai binatang yang menggunakan taringnya untuk memangsa dan membunuh.

Dalam kitab al-Nihayah, disebutkan bahwa binatang yang dilarang adalah yang memakan daging hewan lain dengan cara buas. Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan hewan bertaring:

  • Mazhab Hanafi: Semua hewan pemakan daging termasuk gajah dan kucing liar diharamkan.

  • Mazhab Syafi’i: Hanya hewan buas yang berbahaya dan menyerang manusia yang diharamkan, seperti singa dan harimau. Anjing hutan dan musang tidak termasuk karena tidak dianggap berbahaya.

Adapun ayat dalam surat Al-An’am ayat 145 yang menyebutkan larangan makanan seperti bangkai, darah, dan daging babi adalah ayat Makkiyah. Sedangkan hadis tentang hewan bertaring adalah Madaniyah, sehingga sebagian ulama menganggap hadis tersebut sebagai nasakh (menghapus) terhadap ayat tersebut dalam konteks perluasan hukum haram.

Kesimpulan

Berdasarkan ketiga hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Menjauhi makanan haram dan syubhat adalah kewajiban, sebagai bentuk perlindungan terhadap agama dan kehormatan diri.

  2. Daging yang tidak diketahui penyembelihannya boleh dimakan, asalkan menyebut nama Allah ketika memakannya, selama tidak ada indikasi kuat bahwa itu disembelih dengan cara yang tidak sesuai syariat.

  3. Haram hukumnya memakan hewan buas yang bertaring, seperti singa, harimau, dan sejenisnya, berdasarkan larangan langsung dari Rasulullah SAW.

Baca juga  PAI KELAS 2 PELAJARAN 11: AYO KITA SHALAT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *