Tiga Tingkat Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali
Istilah puasa dalam bahasa Arab disebut “as-Shiyaam” atau “as-Shaum” yang artinya “menahan”. Sedangkan menurut apa yang dikatakan oleh Syekh Al-Imam Al-‘Alim Al-Allamah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Asy-Syafi’i dalam bukunya “Fathul Qarib” bahwa puasa adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa dengan Niat tertentu pada semua atau setiap hari yang dapat dijadikan puasa oleh umat Islam yang sehat, dan suci dari haid dan nifas.
Allah berfirman dalam QS al-Baqarah, 183:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa ”. (QS al-Baqarah, 183).
Ayat tersebut menjadi dasar syariat puasa Ramadhan. Ayat tersebut berisi seruan Allah SWT kepada orang-orang yang beriman untuk berpuasa.
Setelah kita mengetahui pengertian dan hukum puasa Ramadhan, maka kita juga harus mengetahui Tingkatan Puasa Orang, Mengutip pesan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin Puasa memiliki tiga tingkatan. Yaitu, puasa orang awam, puasa orang istimewa, dan puasa orang istimewa.
Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menjelaskan tingkatan-tingkatan puasa. Shaumul umum, shaumul khusus, dan shaumul khusus. Ketiganya seperti anak tangga yang menarik orang untuk berpuasa agar dapat mencapai tingkat khusus.
Pertama, puasa umum
Puasa level pertama disebut sebagai shaumul umum atau puasanya orang awam. Level puasa ini adalah yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang atau sudah menjadi kebiasaan umum. Biasa-biasa saja, atau mungkin kalau di-scoring nilanya baru good, belum very good apalagi exellent.
Amalan puasa yang dilakukan pada tingkatan ini hanya sebatas menghilangkan dahaga dan lapar serta hal-hal lain yang membatalkan puasa menurut syariah.
Kedua, puasa adalah orang yang spesial
Yang kedua disebut shaumul khushus atau puasa orang-orang khusus. Tingkat nilainya sangat bagus. Mereka berpuasa lebih dari sekedar untuk menghilangkan dahaga, lapar dan hal-hal yang membatalkan.
Tetapi mereka juga berpuasa untuk menjaga pendengaran, penglihatan, mulut, tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh dari dosa dan keburukan. Mulutnya tidak hanya menahan diri dari mengunyah, tetapi juga menahan diri dari bergosip, bergosip, apalagi memfitnah.
Di dunia sekarang ini, mungkin juga termasuk memegang jari agar tidak menyebarkan berita palsu atau hoax.
Ketiga, Orang Super Istimewa Puasa
Inilah tingkatan tertinggi menurut klasifikasi Imam Al-Ghazali, yang disebut shaumul khushusil khushus. Ini adalah praktik puasa orang-orang yang istimewa dan luar biasa.
Mereka tidak hanya menahan diri dari maksiat, tetapi juga menahan diri dari meragukan hal-hal akhirat. Jauhkan pikirannya dari masalah duniawi, dan jauhkan dirinya dari memikirkan selain Tuhan.
Standar batal puasa bagi mereka sangat tinggi, yaitu jika sudah mendarah daging dalam hati dan pikiran mereka tentang selain Allah, seperti cenderung memikirkan kekayaan dan kekayaan duniawi.
Padahal, menurut golongan ketiga ini, puasa bisa berkurang nilainya bahkan dianggap batal jika di dalam hati tersirat keraguan, meski sedikit, tentang kekuasaan Tuhan.
Puasa kategori tingkat ketiga ini adalah puasa para nabi, shiddiqin dan muqarrabin, sedangkan pada tingkat kedua adalah puasa orang-orang shaleh.
Jadi, di manakah level puasa kita selama ini?
Upaya Imam Al-Ghazali mengklasifikasi orang berpuasa ke dalam tiga level tersebut, tak lain tujuannya adalah agar kita yang setiap tahun berpuasa Ramadhan bisa menapaki tangga yang lebih tinggi dalam kualitas ibadah puasanya.
Post a Comment for "Tiga Tingkat Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali"